BENARKAH ISLAM MELARANG PEREMPUAN MENJADI IMAM BAGI LAKI-LAKI ?
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah [9]:71).
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang
yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya
walau sedikitpun” (QS.
An-Nisa’ [4]:124).
“Barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding
dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik
laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab” (QS. Al-Mu’min [40]:40).
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[1] dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan”
(QS. An-Nahl [16]: 97).
Dari
beberapa terjemahan ayat di atas, bahwasanya Islam tidak pernah melarang atau
membatasi perempuan untuk menjadi imam bagi laki-laki. Tidak ada dalil kuat
baik di dalam Al-Qur’an yang merupakan sumber utama dalam hukum Islam.
Sesungguhnya
pandangan yang tidak membolehkan perempuan menjadi Imam shalat bagi laki-laki
bersumber bukan dari Al-Qur’an, tetapi dari hadis yang salah satunya di
riwayatkan oleh Ibnu Majah: “ Janganlah sekali-kali perempuan menjadi imam
shalat bagi laki-laki… “ (HR. Ibnu Majah).
Dari
riwayat di atas terdapat silang pendapat dan tidak ada kesepakatan di antara
para fuqaha’ (ahli hukum) atau para ulama mengenai hal ini. Mayoritas
ulama, termasuk mazhab empat (Malikiyah, Hanafiyah, Syafi"iyyah,
Hanbaliyah) mengatakan tidak boleh seorang wanita menjadi imam untuk makmum
laki-laki. Bahkan dalam mazhab Maliki ada pendapat yang mengatakan, seorang
wanita mutlak tidak boleh menjadi imam shalat, baik makmumnya laki-laki, maupun
wanita. Sebagian ulama mengatakan pendapat yang melarang perempuan menjadi imam
shalat bagi laki-laki juga di landaskan pada anggapan bahwa perempuan bisa
menjadi sumber fitnah bagi laki-laki,
dan bila perempuan menjadi imam akan menggangu kekhusyukan kaum laki-laki yang
menjadi makmumnya. Pandangan ini tentu saja berlebih-lebihan sekaligus
mengada-ngada. Karena bila dikatakan sumber fitnah laki-laki itu adalah
perempuan maka sebaliknya laki-laki pun bisa menjadi sumber fitnah bagi
perempuan. Al-Qur’an sekali lagi tidak pernah membeda-bedakan.
Sementara
minoritas kalangan ulama yang di wakili Imam al-Thabari, Abu Tsaur, dan
al-Muzani menyatakan bahwa seorang wanita boleh dan sah menjadi imam shalat
secara mutlak, baik makmumnya laki-laki, maupun wanita. Mereka bersandar pada
hadits Ummi Waraqah -riwayat Abi Dawud dan al-Daraqutni- di mana Nabi
mengizinkan Ummi Waraqah menjadi imam shalat bagi keluarganya. Padahal, dalam
keluarganya ada yang berjenis kelamin laki-laki.
Kemudian
ada beberapa hadis yang menerangkan tentang larang wanita menjadi imam
laki-laki:
“Barang siapa yang mengunjungi satu kaum, maka janganlah
ia mengimami
mereka sholat dan hendaklah seorang laki-laki dari mereka yang mengimami mereka”
(HR. Abu Daud kitab Sholat
Bab Imamat Al Zaa’ir
no. 596 dan At Tirmidzi dalam kitab As
Sholat bab Ma
Ja’a Fiman Zaara Qauman Laa Yusholli Bihim no. 356 hadits ini
dishohihkan Al Albani dalam Shohih
Al Tirmidzi).
“Tidaklah beruntung satu kaum yang mengangkat pemimpinnya
seorang wanita” (HR. Al Bukhori, Kitab Al Maghozi, Bab Kitab Al Nabi Ila Kisra wa
Qaishar no. 4425).
Bila seorang wanita diangkat menjadi imam sholat, itu
sama saja menyerahkan kepemimpinan kepadanya, padahal perkara sholat termasuk
perkara agama yang terpenting, kalau tidak yang paling penting setelah
syahadatain. Oleh Karena itu Rasulullah sendiri mengambil kepemimpinan sholat
karena pentingnya masalah ini, kemudian menunjuk Abu Bakar menggantikannya
ketika beliau sakit keras. Dengan demikian tidak boleh seorang wanita menjadi
imam sholat jamaah laki-laki Karena keumuman hadis di atas.
Kalau kita liat kasus yang terjadi pada tahun 2010
tindakan seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki dan perempuan di
ruang terbuka, oleh mayoritas ulama disebut sebagai bid'ah munkarah (hal yang dibuat-buat,
sangat ditolak). Sehubungan sikap aktivis liberal yang memaksa diri untuk
menjadikan perempuan menjadi imam sholat Jumat yang terjadi pada tahun 2010, di
Oxford, Inggris barat, akan digelar sholat Jumat dengan khatib dan imam seorang
penulis perempuan asal Kanada, Raheel Reza. Penyelenggara sholat Jumat ini, Dr
Taj Hargey dari Pusat Pendidikan Muslim di Oxford. Taj Hargey mengklaim, tak
ada larangan bagi wanita untuk menjadi imam sholat dengan jamaah laki-laki dan
perempuan.
Riwayat tentang Ummu Waraqah yang menjadi imam shalat
tidak dapat dijadikan dasar untuk membolehkan perempuan menjadi imam di tempat
terbuka seperti masjid. Al-Qur’an juga tidak melarang wanita menjadi imam
shalat. Al-Qur’an sangat memuji sosok wanita seperti Mariam, ibu Nabi Isa.
Sebab shalat yang dilakukan Ummu Waraqah itu sangat
privat sifatnya. "Dia melakukan itu di rumahnya bersama anak-anaknya
sendiri sebagai makmum,". Aksi
Raheel Reza memang bukan hal baru. Ia sebenarnya mencari sensai setelah kasus
sebelumnya, tahun 2008 yang dilakukan oleh Amina Wadud, muallaf Amerika yang
juga penganut feminis.
Islam
datang tidak lain untuk memberi pencerahan bagi kehidupan manusia antara lain
memperbaiki situasi kaum perempuan dan mengikis praktek-praktek yang
merendahkan derajat perempuan selama ini. Visi Islam ini bisa kita temukan
dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun melalui sikap, perkataan dan perbuatan Nabi
SAW yang menjadi suri tauladan serta sumber hukum bagi umat.
Nabi
SAW justru menginginkan perubahan kondisi (posisi dan kedudukan) perempuan
menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, hampir dalam semua hal yang terkait
hubungan kaum perempuan dengan kaum laki-laki di dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan terkadang Nabi SAW memperlihatkannya dengan cara radikal/progresif,
seperti dalam menyikapi masalah pemukulan perempuan (istri).
[1] Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam
Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
BENARKAH ISLAM MELARANG PEREMPUAN MENJADI IMAM BAGI LAKI-LAKI ?
Reviewed by Unknown
on
Saturday, March 31, 2012
Rating:
tafsil.............tp itu BENARRR
ReplyDelete