PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA
Istilah
penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa
penegakan hukum selalu dengan paksaan sehingga ada yang berpendapat bahwa
penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. Penegakan hukum
memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif, cocok
dengan kondisi Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.[1]
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Penegakan hukum lingkungan merupakan
penegakan hukum yang cukup rumit karena hukum lingkungan menempati titik silang
antara antara berbagai bidang hukum klasik. Penegakan hukum lingkungan
merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan
tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut:
1.
Perundang-undangan,
2.
Penentuan standar,
3.
Pemberian izin,
4.
Penerapan,
5.
Penegakan hukum.[2]
Menurut Mertokusumo, kalau dalam penegakan
hukum, yang diperhatikan hanya kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya
dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka
kepastian hukum dan keadilan dikorbankan. Oleh karena itu dalam penegakan hukum
lingkungan ketiga unsur tersebut yaitu kepastian, kemanfaatan, dan keadilan
harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara
proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun di dalam praktek tidak
selalu mudah melakukannya.[3]
Berbeda halnya dengan M. Daud
Silalahi yang menyebutkan bahwa penegakan hukum lingkungan mencakup penaatan
dan penindakan yang meliputi hukum administrasi negara, bidang hukum perdata
dan bidang hukum pidana.
Undang-Undang No.23 Tahun 1997
menyediakan tiga macam penegakan hukum lingkungan yaitu penegakan hukum
administrasi, perdata dan pidana. Diantara ke tiga bentuk penegakan hukum yang
tersedia, penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum
terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi lebih ditunjukan kepada
upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping itu,
penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran
dan perusakan lingkungan.
Penegakan Hukum Lingkungan Administrasi
Penegakan hukum
lingkungan administrasi pada dasarnya berkaitan dengan pengertian dari
penegakan hukum lingkungan itu sendiri serta hukum administrasi karena
penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan
kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga
bidang hukum yaitu administrasi, perdata dan pidana. Dengan demikian penegakan
hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan dan persyaratan dalam
ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan
penerapan sarana administratif, keperdataan dan kepidanaan.
Penggunaan hukum
administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mempunyai dua fungsi yaitu
bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif yaitu berkaitan dengan izin
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku kegiatan, dan dapat
juga berupa pemberian penerangan dan nasihat. Sedangkan sifat represif berupa
sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau
penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran.[4]
Penegakan hukum
administrasi memberikan sarana bagi warga negara untuk menyalurkan haknya dalam
mengajukan gugatan terhadap badan pemerintahan. Gugatan hukum administrasi
dapat terjadi karena kesalahan atau kekeliruan dalam proses penerbitan sebuah
Keputusan Tata Usaha Negara yang berdampak penting terhadap lingkungan.[5]
Penegakan hukum
administrasi yang bersifat preventif berawal dari proses pemberian izin
terhadap pelaku kegiatan sampai kewenangan dalam melakukan pengawasan yang
diatur dalam Pasal 18, 22, 23, dan 24 U.U.P.L.H. Sedangkan yang bersifat
represif berhubungan dengan sanksi administrasi yang harus diberikan terhadap
pencemar yang diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27 U.U.P.L.H No.23 Tahun 1997.
Pelanggaran tertentu
terhadap lingkungan hidup dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha
dan atau kegiatan. Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa
berbeda-beda, mulai dari pelanggaran syarat administratif sampai dengan
pelanggaran yang menimbulkan korban. Pelanggaran tertentu merupakan pelanggaran
oleh usaha dan atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan
usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Penjatuhan sanksi
bertujuan untuk kepentingan efektifitas hukum lingkungan itu agar dipatuhi dan
ditaati oleh masyarakat. Sanksi itu pula sebagai sarana atau instrumen untuk
melakukan penegakan hukum agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan.
Siti Sundari Rangkuti
menyebutkan bahwa penegakan hukum secara preventif berarti pengawasan aktif
dilakukan terhadap kepatuhan, kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang
menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum
telah dilanggar. Instrumen penting dalam penegakan hukum preventif adalah
penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang bersifat pengawasan
(pengambilan sampel, penghentian mesin dan sebagainya). Dengan demikian izin penegak hukum yang utama di sini
adalah pejabat atau aparat pemerintah yang berwenang memberi izin dan mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan. Penegakan hukum represif dilakukan dalam hal
perbuatan yang melanggar peraturan.[6]
Dalam rangka
efektifitas tugas negara, Pasal 25 U.U.P.L.H No.23 Tahun 1997 memungkinkan
Gubernur untuk mengeluarkan paksaan pemerintah untuk mencegah dan mengakhiri
pelanggaran, untuk menanggulangi akibat dan untuk melakukan tindakan
penyelamatan, penanggulangan dan pemulihan. Disamping paksaan pemerintah, upaya
lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui audit lingkungan. Audit
lingkungan merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab usaha dan
atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam
menaati persyaratan lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan. Audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk
memverifikasi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup
yang berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang diterapkan secara
internal oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan yang bersangkutan.
Penegakan hukum
administrasi yang bersifat represif merupakan tindakan pemerintah dalam
pemberian sanksi administrasi terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup.
Sanksi administrasi berupa:[7]
(1)
pemberian teguran keras
(2)
pembayaran uang paksaan
(3)
penangguhan berlakunya izin.
(4) pencabutan izin
Mas Achmad Santosa menyebutkan
bahwa penegakan hukum lingkungan di bidang administrasi memiliki beberapa
manfaat strategis dibandingkan dengan perangkat penegakan hukum lainnya oleh
karena:
Ø Penegakan hukum
lingkungan dapat dioptimal sebagai perangkat pencegahan.
Ø Penegakan hukum
lingkungan administrasi lebih efisien dari sudut pembiayaan bila dibandingkan
dengan penegakan hukum perdata dan pidana. Pembiayaan untuk penegakan hukum
administrasi hanya meliputi pembiayaan pengawasan lapangan dan pengujian
laboratorium.
Ø Penegakan hukum
lingkungan administrasi lebih memiliki kemampuan mengundang partisipasi
masyarakat dimulai dari proses perizinan, pemantauan, penaatan/ pengawasan dan
partisipasi masyarakat dal;am mengajukan keberatan untuk meminta pejabat tata
usaha negara dalam memberlakukan sangsi administrasi.[8]
Perangkat penegakan hukum
administrasi sebagai sebuah sistem hukum dan pemerintahan paling tidak harus
meliputi, yang merupakan prasyarat awal dari efektifitas penegakan hukum
lingkungan administrasi yaitu :
1.
Izin, yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan
pengendalian;
2.
Persyaratan dalam izin dengan merujuk pada AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan),
standar baku mutu lingkungan, peraturan perundang undangan;
3.
Mekanisme pengawasan penaatan;
4.
Keberadaan pejabat pengawas yang memadai secara kualitas
dan kuantitas;
5.
Sanksi administrasi.[9]
Selanjutnya Mas Achmad Santosa
mengemukakan sepuluh mekanisme penegakan hukum lingkungan administrasi yaitu:
1.
Permohonan izin harus disertai informasi lingkungan
sebagai alat pengambilan keputusan-studi AMDAL: RKL, dan RPL, atau UKL dan UPL
dan informasi-informasi lingkungan lainnya.
2.
Konsultasi publik dalam rangka mengundang berbagai
masukan dari masyarakat sebelum izin diterbitkan.
3.
Keberadaan mekanisme pengolahan masukan publik untuk
mencegah konsultasi publik yang bersifat basa basi.
4.
Atas dasar informasi-informasi yang disampaikan dan
masukan publik, pengambilan keputusan berdasarkan kelayakan lingkungan di
samping kelayakan dari sudut teknis dan ekonomis dilakukan.
5.
Apabila izin telah dikeluarkan, maka izin tersebut harus
diumumkan dan bersifat terbuka untuk umum.
6.
Laporan penaatan yang dibuat secara berkala oleh pemegang
izin dan disampaikan kepada regulator.
7.
Inspeksi lapangan dibuat secara berkala dan impromtu
sesuai dengan kebutuhan.
8.
Tersedianya hak dan kewajiban pengawas dan hak serta
kewajiban objek yang diawasi yang dijamin oleh undang-undang.
9.
Pemberlakuan sanksi administrasi yang diberlakukan secara
sistematis dan bertahap.
10. Mekanisme koordinasi
antara pejabat yang bertanggung jawab di bidang penegakan hukum administrasi
dengan penyidik pidana apabila pelanggaran telah memenuhi unsur-unsur pidana.[10]
[1] M.
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam
Sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. (Alumni Bandung, 2001),
hlm. 48-49
[6] Widia Edorita, Peranan Amdal dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara Asia Tenggara,
2007, hlm. 44
[8]
Widia Edorita, Peranan Amdal dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia dan
Perbandingannya Dengan Beberapa Negara
Asia Tenggara, 2007, hlm. 45
[9]
Widia Edorita, Peranan Amdal dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia dan
Perbandingannya Dengan Beberapa Negara
Asia Tenggara, 2007, hlm. 46
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA
Reviewed by Unknown
on
Friday, March 16, 2012
Rating:
No comments: