INTERNALISASI ISLAM DALAM ARSITERKTUR JAWA
Islam adalah agama rahmatan lil alamin, rahmat bagi sekalian alam. Seorang muslim harus dapat menjadi lentera yang dapat menyinari sekitarnya. Begitu pula dengan konsep Islam, konsep Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Islam juga mengatur hubungan untuk saling menghormati dengan penganut agama lain dan menjamin kepentingannya.
Ketika
Islam masuk ke tanah jawa dengan ditemukannya bukti-bukti otentik yang dapat
dipercaya kebenarannya, di situlah kita dapat melihat bahwa adanya pengaruh
antara kebudayaan jawa yang sebelumnya. Dengan kebudayaan Islam yang datang
sesudahnya. Salah satu produk dari budaya yaitu arsitektur di jawa juga
merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang jawa yang
menyejarah. Terkait dengan bidang arsitektural, konsep arsitek Islam tidak
hanya terbatas pada bangunan-bangunan yang bersifat religius saja, tetapi dapat
pula diterapkan di bangunan-bangunan lainnya seperti fasilitas umum. Akan
tetapi dalam artikel ini lebih banyak dibahas tentang bangunan-bangunan yang
sifatnya religius, kalaupun ada lainnya hanya sekilas pembahasannya.
A.
Arti Arsitektur
Islam
Secara
hemat, arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan.
Adapula yang mengartikan, arsitektur merupakan perkara bangun membangun,
perkara merangkai dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan
gravitasi yang cenderung menarik rebah ke tanah.
Sedangkan
arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam.
Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa arsitektur Islam juga memiliki inti yang sama. Dalam
kategori ini arsitektur Islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu
zaman atau periode tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat dikatakan arsitektur
Islam adalah abadi dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi
kaum tertentu.
Arsitektur
Islam sebagai cerminan budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang
tengah berkembang pada periode waktu dan tempat yang tertentu (selanjutnya kita
sebut arsitektur budaya Islam jawa).
B.
Sejarah
Arsitektur Dalam Islam
Dalam
sejarah peradaban Islam, masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam
Islam, yakni dengan di bangunnya Masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid
yang pertama.Masjid Quba merupakan masjid yang pertama di jadikan kiblat
(panutan) oleh masjid-masjid yang ada sesudahnya. Masjid Quba ini menampilkan
pola dasar arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal
yang harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid yaitu lapangan yang luas
untuk tempat berkumpul dan beribadah. Masjid Quba ini mulanya hanya terdapat
lapangan terbuka, penempatan mimbar pada sisi dinding ke arah kiblat dan
pemasangan lantai.
Berjalannya
waktu, bangunan-bangunan masjid lainnya tumbuh di berbagai wilayah Islam
sejalan dengan perkembangan wilayah Islam. Bangunan-bangunan masjid itupun
mengalami penambahan menara, makam disekitar masjid, maksura, hiasan kaligrafi,
interior yang indah yang memperlihatkan perbedaan tampilan fisiknya. Hal
tersebut terlihat pada kubah masjid jami’ di Busra dengan model setengah bola,
menara spiral di Samin, minaret masjid sultan Kait Bey, interior masjid ibnu
Thoulun, termasuk bentuk atap bersirap pada bangunan masjid di jawa.
Masjid
menjadi bangunan yang penting dalam sajian Islam seiring dengan tumbuhnya Islam
di berbagai tempat. Masjid juga bisa dijadikan sebagai sarana penanaman budaya
Islam sehingga terjadilah pertemuan dua unsure kebudayaan, yaitu kebudayaan
yang dibawa penyebar Islam dengan kebudayaan masyarakat sekitar. Maka
terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan
watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunalkan kebudayaan yang
baru.
C.
Pola
Internalisasi Arsitektur Islam Jawa
Arsitektur
dalam Islam merupakan cerminan budaya sosial cultural ummah yang tengah
berkembang di periode waktu dan tempat tertentu (budaya Islam). Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi corak arsitektur budaya Islam diantaranya periode
kebudayaan teknologi dan iklim setempat. Islam telah mengalami banyak periode
kebudayaan. Ketika Islam baru berkembang di Arab, kebudayaan arab banyak
memberikan corak dalam arsitekturnya. Kemudian ketika ke kholifahannya
menguasai Andalusia, corak kebudayaannya memberikan warna pada arsitektur
tersebut. Begitu pula dengan pengaruh letak geografis dan iklim pada bangunan
arsitektur Islam setempat. Di Arab bangunan menggunakan dinding yang tebal dan
bentuk yang relatif sederhana (kotak), hal ini merupakan proses adaptasi
terhadap iklim gurun yang memiliki perbedaan temperatur yang sangat ekstrim
antara waktu siang dan malam harinya.
Ketika Islam
berkembang di daerah lain di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, sintesa
dengan budaya jawa melahirkan corak arsitektur yang berbeda (internalisasi
Islam). Internalisasi Islam dalam arsitektur di jawa sebenarnya sudah dilihat
sejak awal Islam masuk ke jawa. Mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran
Islam di jawa dilakukan melalui karya seni arsitektur di antaranya adalah
bangunan masjid. Akan tetapi kalaupun Islam belum masuk ke jawa, masyarakat
jawa sudah mampu melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai
asli jawa ataupun yang telah dipengaruhi oleh hindu budha. Oleh karenanya
arsitektur jawa yang telah berkembang dalam konsep dan filosofi jawa tidak
dapat dinafikan walaupun agama yang rahmah (Islam) ini mulai berkembang di jawa.
Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai ke-Islaman dapat diterima oleh masyarakat,
symbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep jawa sehingga muncul
kreatifitas sebagai bentuk hasil asimilasi dua budaya dan sebagai pengakuan
akan keberadaan Islam dalam karya arsitektur, sebagai contoh yaitu masjid kudus
(masjid Al-Aqsha).
Masjid
yang menurut sejarah di dirikan tahun 956 H atau 1549 M dengan nama asli masjid
Al-Aqsha yang konon Sunan Kudus (Ja’far Sodiq) pernah membawa kenang-kenangan
dari Baitul Maqdis di palestina untuk batu pertama pendirian masjid tersebut.
Bentuk masjid ini tidak akan kita temui kemiripannya dengan berbagai menara
masjid di seluruh dunia, dengan demikian menaranya mendekati kualitas genius
locy.
Keunikan
seni masjid ini memiliki ciri khas tersendiri misalnya:
1.
Bercorak Candi
Masjid ini
secara kuat memperlihatkan system, bentuk, elemen bangunan jawa hindu yaitu
bercorak candi hindu majapahit. Pada penggunaan material batu bata yang
dipasang tanpa perekat semen seperti selasar yang biasa disebut pradaksinapatta
pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi dll.
2.
Detail Menara
Permukaan
bidang menara yang nampak menjadi seni tersendiri dari penataan susunan
material bata ekspos. GH Pijper dalam the Minaret in Java (India
Antiqua, Leiden, 1947) mengemukakan bahwa menara tersebut mengingatkan pada
menara kul-kul di Bali, jelaslah bercorak bangunan candi. Meskipun menara
masjid ini tertua di jawa, namun hingga saat ini belum ada yang dapat
memberikan keterangan kapan waktu di bangunnya secara jelas.
3.
Gerbang Kori Agung
Bentuk
gerbang jelas mengingatkan gerbang-gerbang bangunan hindu, yaitu sekuensialnya
yang berkelok karena terdapat aling-aling yang juga biasa terdapat pada
kompleks bangunan hindu. Gerbang-gerbang itu menandai dan memberi batas makna
ruang profan dan sacral. Gerbang-gerbang tersebut yakni kori Agung dan bentar
yang keduanya mirip seperti gapura di Bali sehingga gerbang tersebut diberi
nama “lawang kembar”.
4.
Pancuran Wudlu Kuno
Lubang
pancuran kuno yang berbentuk kepala arca yang digunakan sebagai tempat wudlu.
Bentuk arcanya sering kali dikaitkan dengan kepala sapi yang diberi nama “kerbau
gumarang”, karena binatang sapi dulunya di agungkan oleh orang-orang hindu
di kudus, bahkan hingga sekarang mereka telah menjadi muslim.
Selain
masjid kudus, juga ditemukan bangunan masjid yang mempunyai arsitektur yang
berbeda pula seperti “Masjid Istri” di kampung Pengkolan. Dimana masjid ini
berupa tembok putih tanpa jendela yang dikelilingi pagar bambu. Ada pula beraneka
macam ciri arsitektur masjid jawa yang mana di sekitar kompleks masjid juga
terdapat makam. Biasanya makam yang terdapat di sekitar masjid adalah makam
para tokoh pemuka agama Islam yang tinggal atau hidup di sekitar masjid
tersebut berada. Ada juga para keluarganya, punggawa keraton, temenggung,
pangeran, dan sebagainya. Seperti halnya Masjid Kudus yang berada satu kompleks
dengan makam Sunan Kudus, Begitu pula dengan Masjid Demak yang berada satu
kompleks dengan makam Raden Fatah.
Arsitektur-arsitektur
yang ada di Jawa juga meliputi arsitektur dalam bidang penataan kota, yang
merupakan pasca dari kerajaan Hindu Majapahit yang dipengaruhi oleh nilai lokal
dan tata nilai baru yang dibawa Islam.
Pola
pengaturan bangunan dengan menempatkan posisi keraton, masjid, pasar dan
penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun. Dimana
konsep tata ruang kota tersebut berlandaskan pada filosofi jiwa yang muatan
isinya memakai konsep Islam. Pusat pemerintahannya berada di pusat kota yang terdapat
alun-alun di depannya, masjid sebelah baratnya, penjara dan pasar di
sekitarnya.
Kesimpulan
Arsitektur
di Jawa merupakan cerminan dari budaya Jawa pra Islam yang kemudian
diinternalisasikan dalam budaya-budaya Islam tanpa meninggalkan nilai-nilai asli
Jawa sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar Islam dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat Jawa. Dari bentuk-bentuk arsitektur tersebut, kita dapat
mendeskripsikan bahwa arsitektur di Jawa meliputi bentuk bangunan masjid yang
dipadukan dengan budaya masyarakat setempat, juga pada bentuk tatanan kota yang
keraton sebagai pusat pemerintahan diposisikan ditengah, yang diikuti alun-alun
dan serta penjara yang berada di sekelilingnya.
INTERNALISASI ISLAM DALAM ARSITERKTUR JAWA
Reviewed by Unknown
on
Saturday, March 24, 2012
Rating:
No comments: